Beberapa kali saya ingin membahas
masalah delayed speech pada Zafran, cuma semacam kurang pede euy. Karena
keterbatasan pengetahuan dan informasi, yang saya tahu ya cuma dari dokter dan
hasil googling dari forum-forum semata aja. Jadi disclaimer postingan ini....
saya hanya bercerita sesuai pengalaman yang sudah saya alami dan konsultasi
dari beberapa dokter dan psikolog yang menangani Zafran ya.
Cerita awalnya dari mana ya...
secara umum tumbuh kembang Zafran memang termasuk normal, walau selalu saja
mepet deadline. Saya lupa sih, kapan pertama kali dia membalikan badan, duduk,
merangkak, berdiri dan berjalan, tapi seingat saya semuanya masih masuk ke
range normal, walaupun selalu saja di akhir-akhir batas usianya. Saya nggak
terlalu cemas pada saat itu, toh katanya dulunya juga ayahnya termasuk
terlambat berjalan.
Usia 22 bulan Zafran masih belum
bisa berbicara, baru bisa babbling “Enah... enah...”. Itupun saya sebenarnya
tidak begitu khawatir, walaupun menurut “kurikulum” seharusnya anak 22 bulan
sudah harus bisa menguasai beberapa vocabulary. Hanya pada saat itu saya
membuat kesepakatan dengan ayahnya, apabila pada saat usia 2 tahun Zafran belum
ada perkembangan, akan kami konsultasikan dengan spesialis anaknya.
Saat Zafran usia 24 bulan, dan
belum ada perkembangan dari babblingnya saat itu, saya dan suami datang ke
spesialis anak langganan kami. Kebetulan DSA ini juga mengikuti tumbuh kembangnya
Zafran, dan dia langsung menyimpulkan sepertinya anak kami memiliki speech
delay. Waktu itu kami khawatir sih, cuma karena kurangnya informasi, ya kami
menyangka kalau speech delay itu hanya terlambat berbicara tok. DSA
mereferensikan kami ke dokter rekam medis, setelah dikonsultasikan dan tes
pendengaran (alhamdulillah pendengaran Zafran baik-baik saja, sebenarnya waktu
itu selain babbling Zafran juga sudah mulai bisa humming beberapa lagu, hanya
memang belum bisa berkata sepatah katapun), Zafran didiagnosa speech delay.
Dokter rekam medis saya di Hermina akhirnya “meresepkan” terapi wicara seminggu
sekali.
Waktu itu pun saya mengira speech
delay ini hanya berpengaruh terhadap kemampuan bicara saja. Zafran memang
aktif, walau belum bisa disebut hiper, dan concentration span-nya pendek
sekali. Tapi kan memang anak-anak belum bisa berkonsentrasi dalam jangka waktu
lama bukan? Zafran sama sekali tidak suka nonton TV pada saat itu, tidak suka
duduk bermain, senangnya jalan atau lari-lari saja kesana kemari di rumah.
Nonton video pendek dia masih senang, hanya saya batasi karena salah satu saran
dari terapisnya adalah mengurangi audio visual di rumah. Orang-orang di sekitar
saya berkata, “Ah, anak kecil kan memang seperti itu, gak mau diem” atau “Ah
itu mah anaknya belum bisa aja kali, nanti juga bisa sendiri” atau “Anak gw
juga dulu gitu kok, nanti juga pinter sendiri udah gedean”, akhirnya saya
mencoba membiarkan, walau rasanya memang ada yang salah dengan konsentrasi
Zafran.
Selain itu, walaupun Zafran
termasuk lincah, akan tetapi Zafran tidak suka bermain di playground yang ada
tantangannya. Misal naik perosotan, naik ayunan, naik tangga atau semacamnya, sementara
teman-teman sebayanya asyik memanjat-manjat. Naik sofa aja dia nggak mau lho.
Inipun saya maklumi dalam hati, karena yaaa.. mungkin memang tipe anak saya
seperti itu.
Selain itu, Zafran pun sulit
diberi makanan yang keras. Ini memang sedikit banyak salah saya, karena waktu
itu saya terlalu menyerahkan perihal makanan kepada pengasuh. Saya memang
memasak makanan Zafran sendiri, akan tetapi pengasuh saya sering mengeluh
apabila makanan tersebut tidak berkuah karena menurutnya Zafran sulit menelan.
Waktu Zafran masih 8 atau 9 bulan pun saya pernah memergoki nasi tim yang saya
siapkan dihaluskan lagi oleh pengasuh saya agar mudah ditelan. Padahal saya
ingin Zafran bisa belajar mengunyah, akan tetapi saya saat itu pada posisi yang
sangat membutuhkan pengasuh, dan akhirnya saya biarkan saja.
Setelah empat bulan terapi
wicara, Zafran mengalami banyak perkembangan. Walaupun pengucapannya banyak
yang tidak begitu jelas, Zafran sudah mulai mengenal beberapa kosa kata.
Pengucapannya baru satu huruf, dan pertanyaannya belum terlalu jelas, akan
tetapi pengenalan terhadap benda-benda di sekitarnya sudah lumayanlah. Akan
tetapi komunikasi dua arahnya masih jelek sekali. Singkat cerita saya belum
bisa ngobrol sama anak saya sendiri.
Pada saat itulah ada ketakutan
Zafran menderita autisme. Dokter rekam mediknya meyakinkan saya bahwa Zafran
tidak autis, karena responnya masih baik. Akan tetapi memang komunikasi dua
arah, konsentrasi dan motorik kasar dan halusnya masih jelek sekali. Kemudian
Zafran “diresepkan” terapi Sensori Integritas dan Okupasi untuk melatih
konsentrasi dan motorisnya. Oh iya, waktu itu apabila Zafran diajak mengobrol,
alih-alih menjawab, dia malah menirukan (imitasi) apa yang saya katakan. Dokter
rekam mediknya juga menyarankan agar di rumah Zafran sering-sering diajak
berbicara tentang apa saja, agar terbiasa berkomunikasi dan menambah kosa
katanya.
Dua bulan setelah itu saya
resign. Selain lelah dengan pekerjaan, saya juga merasa bersalah dengan kondisi
anak saya. Saya tahu kalau mungkin ini bukan salah saya semata, tapi dokter
berkata salah satu penyebab speech delay anak saya adalah kurangnya stimulasi
di rumah. Memang benar ada anak yang tumbuh kembangnya baik-baik saja tanpa
harus ada stimulasi apapun, tapi sayangnya anak saya tidak termasuk anak-anak
itu. Penyebab lain speech delay adalah oral-motor issues yang dapat disebabkan
oleh autisme. Akan tetapi dokter saya meyakinkan saya kalau Zafran tidak autis,
dan penyebabnya lebih ke stimulasi dan efek psikologis dari cara membesarkan
anak di rumah.
Setelah Zafran setahun diterapi,
saya berinisiatif mendatangi salah satu psikolog yang juga memiliki development
center untuk anak berkebutuhan khusus. Tempat terapinya ini sudah ada
dimana-mana jadi sepertinya kredibilitasnya cukup baik. Saya menanyakan hal
yang sama, apakah anak saya memiliki autisme. Jawabannya tetap tidak. Zafran
memiliki apa yang dinamakan speech delay in absentia, dimana gangguan
konsentrasinya cukup parah. Dia juga mengiyakan apa yang dikatakan dokter rekam
medik saya yang terdahulu, bahwa penyebabnya adalah stimulasi dan cara
parenting di rumah. Selama ini saya membiarkan Zafran menggunakan tangan kanan
dan kirinya, ternyata itu tidak dianjurkan. Saya baru tahu kalau Zafran
sebaiknya dianjurkan menggunakan tangan kanannya, agar otak kirinya bisa terus
bekerja, dan meningkatkan daya konsentrasinya. Hanya boleh menggunakan satu
bahasa saja di rumah. Tidak mengiyakan permintaan anak kecuali si anak
mengatakan apa maunya. Terkadang saya suka mengambilkan susu misalnya apabila
Zafran menunjuk susu. Hal itu sebaiknya dihindari, supaya anak bisa
menyampaikan maunya melalui kata-kata.
Selain itu penggunaan gadget, tv
atau bentuk audio visualnya saya kurangi. Zafran diminta diet gula dan gluten
oleh psikolognya, dan saya ikuti. Sebisa saya. Hehehehe. Untungnya Zafran belum
dibiasakan jajan, sehingga dia jarang meminta biskuit atau wafer. Roti dan mie
juga saya kurang seminggu sekali. Yang sulit memang kerupuk (!) dan susu uht vanilla,
karena sejak lepas ASIP, Zafran saya beri sufor berperasa, jadinya setelah itu
dia tidak mau susu UHT yang plain.
Saat ini Zafran mengikuti 4 jenis
terapi, behaviour therapy, sensory integrity, terapi wicara dan okupasi terapi.
Total terapinya enam jam saja seminggu. Selain itu Zafran saya ikutkan
playgroup dari Senin sampai Jumat untuk mengasah aspek sosialnya, karena salah satu efek dari speech delay ini adalah kurangnya tingkat sosial anak dan kesulitan bonding dengan teman sebaya. Banyak kok yang komentar kasian banget anak
umur tiga tahun sudah “disekolahkan” sedemikian rupa. Saya juga kadang kasian
kok liat Zafran. Cuma sekarang anaknya sudah terbiasa, jadi sepertinya dia
enjoy saja. Tidur siang saja sudah jarang. Untungnya sekolah alam dan tempat
terapi yang dia ikuti punya konsep yang fun, sehingga anaknya seperti diajak
bermain. Saat ini malah Zafran lebih excited kalau harus terapi dibanding
sekolah, hehe..
Di rumah saya juga melakukan “terapi”
pada Zafran. Dari mulai saya ajak bicara terus-terusan, menggambar, mewarnai,
membaca kartu. Sebenarnya hal-hal yang remeh keliatanya, tapi percaya deh sulit
dilakukan pada anak yang tingkat konsentrasinya rendah.
Sekarang usia Zafran tiga tahun
tujuh bulan. Tepat hari ini. Kosa katanya sudah lumayan sekali, terapisnya
bilang dia termasuk anak yang mudah mengingat. Sudah bisa berkomunikasi lumayan
baik, walau kadang-kadang orang lain (selain saya) suka kurang memahami
perkataannya. Masih suka out of place di tengah pembicaraan, yang diomongin apa,
tau-tau dia nyeletuk apa atau nyanyi apa. Sulit dijelaskan, bakalan tahu kalau sudah pernah berinteraksi dengan Zafran. Sudah bisa naik tangga sendiri, tapi
turun tangga masih suka takut. Sudah mau main perosotan, walau kadang suka
mandeg di puncak atau teriak-teriak heboh pas meluncur kebawah.
Kadang saya suka takut
membayangkan masa depan anak saya. Saat ini semuanya masih abu-abu, suami saya
sih bilang sepertinya Zafran itu normal walau termasuk yang terlambat. Saya
masih takut sih, walaupun saya yakin pasti ada jalan kedepannya. Tahun depan
Zafran seharusnya masuk TK A, apakah dia sudah bisa dimasukkan TK? Apa dia bisa
masuk SD sesuai dengan jadwalnya? Saya nggak tahu. Yang pasti saat ini saya dan
suami berusaha memberikan yang terbaik aja buat Zafran, selama kami bisa.