Pages

May 14, 2013

Tegal.. Hanya Lewat!

Berbeda dengan perjalanan perginya, untuk perjalanan pulang kita memutuskan untuk lewat Pantura, karena... Sate Tegal! Hehe, udah berkali-kali denger dan baca kalo sate kambing muda di Tegal itu enak seenak-enaknya, dan beda sama sate kambing lainnya. Penasaran dong. Jadi bela-belain buat pulang lewat Pantura biar bisa lewat Tegal (dan Pekalongan buat beli batik, dan Brebes buat beli telur asin, hahhaa..)

Nanya ke Melati yang asli Tegal, eh nggak asli asli banget sik, ada turunan apa ya, dikasih banyak banget have to visit list, dari mulai sate kambing, soto daan, nasi bogana, dan masih banyak lagi yang sebenernya bingung cara ngejalaninnya. Lah piye di Tegalnya juga cuma lewat, makannya gimana? Akhirnya memutuskan untuk fokus ke tujuan utama yaitu sate kambing. Yang lebih bikin krik krik, Melati cuma bilang kalo sate kambing yang paling enak itu ada di deket rel kereta api. Zzzzz, too much for an information *sarkas* Akhirnya google pula akhirnya, nemu nama Sari Mendo yang sering disebut-sebut.

Berbekal dengan alamat yang ada di website (Jalan Teuku Umar, Debong Tirus), dan maps di Blackberry (I really love this apps!), akhirnya bisa juga lho nemu Sari Mendo ini. Dan kebetulan lokasinya juga tepat setelah persimpangan dengan rel kereta api! Mungkin ini lokasi yang sama dengan yang diceritakan Melati ya?

Lokasinya di pinggir jalan dan cukup mudah ditemukan karena plangnya yang besar (tapi di apps sendiri, lokasi Jalan Teuku Umar ini rada susah dicari dan bandel nggak mau di-search, pe-er banget deh). Sempet takut penuh karena parkirnya penuh banget sampai harus cari tempat parkir sedikit jauh, tapi untunglah Sari Mendo ini ternyata luas dan kapasitasnya banyak!


Ada cemilan tape ketan juga disini, sembari nunggu satenya selese dibakar. Ada keripik tahu juga.

Here we come! Yuuuum.
Senangnya karena pertama kali nyobain sate kambing muda, dan berhasil! Enak dan lembut. Selain itu, daging kambingnya gendut-gendut, nggak tanggung-tanggung. Sesuai perkiraan awal, nggak sanggup lagi makan apa-apa setelah menghabiskan satu porsi yang isinya sepuluh tusuk ini. Satu lagi favorit saya, teh yang disajikan di restoran ini teh poci, jadi harum dan enak rasanya.

Selesai dari Sari Mendo, saya dan suami berangkat untuk cari tahu aci dan oleh-oleh lainnya khas Tegal. Sesuai arahan Melati, tahu aci harus dibeli di Tahu Aci Murni dan oleh-oleh khas Tegal dibeli di Toko Waloejo. Melati nggak ngasih arahan lebih jelas lagi (duh) sehingga akhirnya tetap harus kembali googling. Menurut google, tahu aci murni yang enak itu ada di Tahu Murni Putra dan Tahu Aci Murni Banjaran.

Karena menurut google yang di Banjaran itu cukup jauh dari pusat kota Tegal, akhirnya kita memutuskan untuk ke Tahu Murni Putra yang ada di Jalan Diponegoro. Ternyata lokasinya nggak terlalu jauh dari Sari Mendo, lokasinya berupa toko kecil di pinggir jalan raya, harus sedikit jeli mencari, waktu saya lewat toko itu sedang dikerubuti oleh banyak orang yang membeli.

Di sini saya nggak sempet foto-foto karena harus berdesak-desakan dengan segerombolan remaja yang riweuh beli tahu aci dengan segala variannya. Sebenarnya variannya cuma dua sih, tahu aci dan tahu pletok. Cuma kita bisa pesan yang matang, setengah matang, dan mentah. Untuk yang mentah ini tahan dua hari di suhu ruangan, dan kurang lebih sebulan kalau masuk kulkas. Harga tahu aci ini Rp. 1.000,- per buah, dan tahu pletok Rp. 1.400,- per buah. Kalau mau beli yang mentah, harga tahu acinya menjadi Rp. 2.000,- per buah karena tahu yang diberikan adalah tahu utuh, bukan tahu separuh seperti yang kita dapat kalo membeli tahu aci matang atau setengah matang. Cuma untuk tahu aci mentah ini, saat hendak dimasak, kita harus memotong tahunya menjadi dua dan memasukkan acinya terlebih dahulu, berbeda dengan tahu aci setengah matang yang bisa langsung digoreng.

Udah mirip cooking show aja postingan ini *elapkeringet*

Akhirnya bisa membeli satu besek tahu aci mentah yang isinya 25 buah (dan nantinya akan menjadi 50 potong setelah dimasak, enough Dela with all cooking details. Period), saya dan suami menuju ke Toko Waloejo yang ada di Jalan Veteran. Toko ini juga nggak terlalu jauh dari Tahu Murni Putra, tinggal lurus dari Jalan Diponegoro, lokasinya ada di sebelah kanan. Toko ini sudah cukup tua, dan menurut Melati, menjual banyak sekali oleh-oleh khas Tegal.

Yang saya beli tentunya...PILUS! Pilus Tegal ini terkenal dengan kerenyahannya. Selain itu saya juga membeli lanting dan keripik-keripik lainnya yang nggak saya kenal namanya, tapi keliatan enak (sampai di rumah langsung menyesal kenapa nggak beli keripik lantingnya lebih banyak lagi karena ternyata enak. Terutama yang rasa pedas). Untuk harga juga nggak terlalu mahal, pilus ukuran 500 gram dihargai kalo nggak salah Rp. 4.500,-.

Dari Tegal ke Brebes sendiri nggak terlalu jauh, cuma karena udara panas dan banyak sekali truk yang melimpahi kota ini, sedikit pusing juga mencari telur asin "Setuju Jaya". Belum lagi kondisi lalu lintas yang macet dan tidak kondusif, akhirnya kami gagal menemukan Setuju Jaya. Buat yang nggak saklek sama merk, sepanjang jalan keluar Kota Brebes banyak banget warung-warung di pinggir jalan yang menjual telur asin. Selain itu juga ada telur asin bakar, yang sebenarnya saya penasaran bagaimana rasanya.

Next story, adalah betapa horornya terjebak macet, hujan badai, mati lampu dan longsor di Cadas Pangeran. See you!

[What to do in Semarang?] Running, Family-Friend Time, and (still) Eating!

Off dari Yogyakarta, kita berdua cao ke Semarang dalam rangka... PULANG KAMPUNG! Karena suami asli dari Mranggen, kayaknya ya kebangetan kalo kita nggak mampir gitu ke keluarga disana. Kalo alasan saya pribadi sih pingin nostalgia, secara kampus saya selama kurang lebih empat tahun ada di Semarang, dan terakhir ke Semarang udah bertahun-tahun lalu (lebay, nggak selama itu juga sih, cuma kan nggak sempet maen ke kampus). Sore-sore pas sampe di Semarang, saya udah pesen ke suami buat mampir ke kampus saya di Tembalang, for the sake of makan mie ayam langganan saya dulu :p

Welcome Tembalang!
Surprise banget karena ternyata Cimory buka cabang restorannya di Semarang atas, namanya Cimory on the Valley. Penasaran sik, bagus atau nggak, apakah sebagus Cimory Riverside di Puncak, cuma karena lokasinya lumayan jauh dari tempat kita berdomisili, dan jadwal rada padet (deuh), makanya nggak sempet mampir kesana. 

Selain itu salah-satu tujuan ke Semarang adalah makan di tempat makan yang dulu harganya terlalu berat untuk kantong mahasiswa. It's revenge time! Hahaha, nggak jadi kaya banget juga dunk sekarang, cuma bisa lah bayar satu porsi ayam Arto Moro yang harganya Rp. 25.000,- per porsi itu, sedangkan jaman mahasiswa dulu, berat bangeeeet, soalnya bisa dipake tiga kali makan. :p




Pertama kali masuk kampus tahun 2004 (duh, ketauan deh umurnya) ayam bakar Arto moro ini masih warung pinggir jalan biasa. Rasanya udah enak dari dulu, warungnya rame melulu, dan harganya emang udah diatas rata-rata warung pecel ayam biasa. Dua tahun kemudian, warungnya berubah jadi rumah makan yang bagus, dan jeder harganya makin nggak terjangkau. Makanya hepi banget kalo dulu ada seminar atau rapat yang konsumsinya ayam ini. Sambel pedes yang melumuri ayam kampung, terus tempe cocol sambel kecapnya... enyaaaaak! Yang mau kesini, lokasinya ada di dalem kompleks Undip Tembalang ya, alamat lengkapnya nggak tau, hihi, tanya aja, orang-orang pasti pada tahu.



Mampir juga ke Djatilegi, salah satu restoran yang berada di Banyumanik, tempat kongkow jaman mahasiswa dulu, terutama pas transferan dari orang tua awal bulan baru masuk, hehehe. Lokasinya enak buat nongkrong, jaman dulu saya pasti pemilih banget sama menu disini karena harganya duong, bukan rasanya. Akhirnya bisa kesampaian juga pesen iga bakar pedes yang dulu cuma bisa dimimpiin karena harganya bisa buat dua hari makan, hahahhaa.. Sayang banget, menu favorit saya, es kacang merah, udah discontinue T____T Padahal alasan utama bela-belain kesini cuma buat es kacang merahnya. Untung iganya enak. Djatilegi ini selain di Banyumanik juga punya beberapa cabang di tempat lain, cuma lupa tempatnya dimana, haha..

Sempet ketemu salah satu temen kampus yang sekarang udah kerja di Bina marga. Langsung ta'omelin karena jalan jalur Selatan kemarin yang norak ancurnya luar biasa,hehehehe..
Sempet-sempetnya si suami ngebujukin saya buat nyuci mobil dulu, tapi emang kondisinya sangat menggenaskan setelah perjalanan jauh dari Sukabumi-Yogya-Semarang. Untung di tempat cucinya ada kedai kopi,dan racikannya enak banget. Saya pesan teh stroberi, Rp. 6.000,- saja, suami pesan rempah susu, yang suprisingly very good.
Tri Lomba Juang Semarang. Tanah merahnya caem deh.


Alhamdulillah, di Semarang juga sempetin lari ke GOR Tri Lomba Juang dan memenuhi salah satu bucket list saya kalo ke Semarang, yaitu makan bubur ayam di depan Tri Lomba Juang! Waktu kuliah sempet kesini bareng temen, dan abis itu nggak pernah makan bubur ini lagi, dan terus terbayang-bayang. Hahaha.. Bubur ala Semarang ini rasanya rada unik, apalagi yang lidahnya biasa sama Bubur Sukabumi. Bubur ini pake semacam telur bacem, dan disiram kuah bacem. Maniiiis, seperti masakan Semarang pada umumnya, tapi enak.

Selain itu kemana lagi? Makan lunpia semarang, belanja bandeng di Bandeng Juwana, dan ngeborong brownies buat oleh-oleh di Dyriana (my favorite!). Definitely will be back (since my family live there) dan mudah-mudahan bisa ke Cimory on the Valley on the next visit!

May 13, 2013

[What to do in Yogya?] Having Fun, Eating and Shopping.

Ke SunMor (Sunday Morning).

Tiap pagi di depan kampus UGM yang di Kaliurang itu ada semacam pasar kaget, tempat tenda-tenda makan sama tenda jualan beraneka ragam barang, dari mulai baju, sepatu, tas, rak sepatu, peralatan dapur, dll, dll. Banyak juga mahasiswa jualan nasi bungkus, barang second, lukisan foto, dan masih banyak benda-benda lucu lagi. Kalo tujuan kita sih buat nyari sarapan disana. Walaupun udah dikasih sarapan banana toast, tapi mana cukup ya buat seharian itu? =p Pilihannya jatuh ke nasi pecel telur dan es milo di salah satu tenda yang ada disana.


Selain itu, masih banyak pilihan lainnya dari mulai bubur ayam, lontong kari, lontong padang, ketoprak, dll, dll. Breakfast heaven!

Berburu Gudeg Wijilan.

Di Yogya ada sebuah jalan, namanya Jalan Wijilan yang merupakan sentra gudeg di kota itu. Sepanjang jalan, isinya gudeg melulu. Hasil googling, gudeg terenak yang ada disini namanya Gudeg Yu Djum, pusatnya ada di Kaliurang, cuma dia baru buka cabang di Wijilan. Harganya sedikit pricey, untuk nasi gudeg dengan dada ayam kampung Rp. 30.000,- per porsi, tapi enaaaaaaak! Enak seriusan, best gudeg I've ever had. So far.


Belanja Cokelat Monggo.
Coklat Monggo ini cokelat produksi Indonesia asli walaupun ternyata foundernya adalah bule dari Belgia. Rasanya nggak kalah sama coklat produksi luar seperti Delfi atau Cadbury. Untuk toko pusat dan pabrik terletak di Kota Gede, tapi karena lumayan jauh, kita cuma datang ke toko cabangnya yang ada di Tirtodipuran. Pingin sik maen ke pabriknya juga, karena bisa liat proses pembuatannya. Si Monggo ini juga baru buka outlet ketiganya di Paris Van Java Bandung, jadi nggak usah jauh-jauh ke Yogya.




Beli berbagai rasa dari mulai strawberry, mango, milk, macadamia, dan red chilli. Baru nyobain yang milk aja karena yang lain akhirnya dibagi-bagi, dan enak! Basicnya coklat Monggo ini dark chocolate, nggak terlalu manis, kecuali yang milk chocolate yang rasanya lebih manis.

Titik Nol Kilometer Yogya dan Benteng Vredeburg
Tentunya saya juga ke Malioboro dan Mirota Batik. Cuma karena waktu kesana lagi akhir minggu, dan banyak banget orang (lupa banget kalo sekarang lagi liburan akhir sekolah, huff), akhirnya nggak bisa menikmati sama sekali dan cuma inget dempet-dempetannya aja. Besok Seninnya, balik lagi ke Jalan Malioboro, cuma dari ujung yang berbeda.

Monumen Batik



Dulu udah pernah masuk ke Benteng Vredeburg dan sekarang pingin ngajakin suami, tapi tutup! Di Yogya ini banyak yang tutup hari Senin deh, Ullen Sentalu ini juga tutupnya hari Senin.

Lari di Mandala Krida.
Alhamdulillah niat baik lari selama liburan tercapai, nggak nyesel udah packing baju olahraga dan sepatu. Mandala Krida ini sebenernya oke deh, sayang banget kurang terawat. :(


Makan pizza di Nanamia Pizzeria.
Tempat makan pizza ini hits banget deh, jadi penasaran mau kesini, bela-belain sebelum cao ke Semarang. Lokasinya di Jalan Mozes Gatotkaca B.13 dan baru buka jam 12 siang. Inget ya, jam 12 siang! Saya sampai kesana jam setengah satu, dan masih harus nunggu pizzanya sekitar 25 menit karena oven kayunya masih dihangatkan. Dan sempet nyasar karena ada yang salah nge-tag lokasi di Maps jadi di belakang Plaza Ambarukmo. Duh, untung lokasi aslinya nggak jauh, letaknya di jalan belakang Yogyakarta Plaza Hotel yaa..


Thin crust pizzanya juara! Enaaaak seenak enaknya, duh, ada nggak sih yang jual pizza seenak ini disini? Saya pesan Pollo Funghi Medium yang isinya ada ayam dan jamurnya, dan Pepite di Polio, yaitu nugget dengan saos mayones. Nama menunya emang aneh-aneh, tapi ada deskripsi dan keterangan di bawahnya kok. Soal harga kurang lebih ampir sama dengan Pizza Hut. Selama saya dan suami makan, ada koki Italia bolak-balik dapur, cuma kurang jelas juga sih, apakah itu beneran kokinya atau aktor Italia yang disewa in the name of marketing. =p

Definitely will be back to Yogya! Mudah-mudahan next time bisa datengin pantai-pantai di Gunung Kidul yang terkenal cantiknya itu ya!

Bye bye Yogya!

[What to do in Yogya?] Ullen Sentalu Museum dan Beukenhof Restaurant

Kita datang ke Yogya tanpa bekel itinerary apa-apa karena tema liburan yang free and easy (lagian kapan sik Dela dan Rohadi punya itinerary? Wait, never? Hahaha..) Jadi waktu Minggu pagi membuka mata, rada bingung gitu mau kemana. Langsung google dengan keyword, "tempat wajib dikunjungi di Yogya" dan "10 tempat terbaik di Yogya" muncul deh nama Ullen Sentalu ini. Pertama denger museum, si suami rada melengos gini, tapi karena inget pernah baca review ini, saya rada keukeuh juga maksain untuk kesini. Apalagi review di trip advisor sangat merekomendasikan untuk kesana.

Setelah berunding, diputuskan kita akan mengunjungi Ullen Sentalu ini. Berbekal dengan alamat dari website dan maps di BB, off we go. Lokasi museum ini terletak di Kaliurang, hampir mendekati kaki Gunung Merapi, sekitar 1.5 jam dari pusat kota. Ternyata lumayan jauh juga dari Kota Yogyakarta, masuk-masuk ke jalan pedesaan, tapi jangan kuatir, kita aja yang cuma berbekal maps dan nanya ke orang (sekali!) bisa sampai ke museum itu. Kalo di Maps, namanya bukan Ullen Sentalu, tapi Museum Seni dan Budaya Jawa.


Harga tiket masuknya itu Rp. 25.000,- per orang, buat saya yang nggak pernah masuk museum sik udah keitung murah ya, tapi obrol-obrol sama temen yang suka pacaran di museum (haha), tiket ini termasuk mahal, karena biasanya dia masuk museum kalo nggak gratis,ya dipatok seharga Rp. 3.000,- - Rp. 5.000,-. Ebuset, masa sih? Hehehe..

Museum ini didirikan oleh Keluarga Haryono pada tahun 1994, awalnya merupakan museum pribadi, tapi pada tahun 1997 didirikan ulang dan mendapatkan sokongan dari Pemerintah DI Yogyakarta dan Kesultanan. Setiap rombongan ditemani oleh tour guide yang nantinya akan menemani kita puter-puter museum sepanjang tour yang berdurasi 50 menit - 1 jam ini.

No doubt, this is the best museum I've ever seen! Sayang banget di kompleks museumnya nggak boleh foto, hiks, padahal banyak banget tempat yang fotogenik. Bentuk lokasinya menyerupai gua, setau saya memang dibentuk seperti Gua Selo Giri. Kita nggak boleh ketinggalan mbak-mbak tour guidenya terutama di kompleks kedua yang kayak labirin, kalo nggak bisa kesasar. Tour guidenya enak banget, jelasin secara eksplisit dan nggak cuma text book aja. Ullen Sentalu ini penuh dengan ruangan terbuka, jadi nggak heran kalo di websitenya ditulis "diharapkan membawa payung".




Area yang boleh foto-foto cuma depan pas mau masuk, dan di belakang pas mau keluar.
Si suami semangat banget, secara dia nyambung banget sama historis Jawanya. Tapi seru juga sih, liat lukisan tiga dimensi yang mata-nya bisa ngikutin kita kemanapun kita pergi (hiii..). Tapi nggak mistis kok suasananya,  apalagi kalo rame-rame, hihihi.. Ada arca yang dipinjemin dari Dinas Purbakala, patung-patung kece, surat-surat asli dari putri dan keluarganya jaman dulu, baju menikah, replika dari perhiasan anggota kerajaan (karena yang aslinya disimpan oleh Kesultanan). 50 menit tournya blas nggak kerasa. Harus kesini deh, seenggaknya once in a lifetime. Sayang banget kalo nggak bisa liat museum sekeren ini, di Indonesia pula.

Setelah capek puter-puter museum, kita makan di Beukenhof Restaurant, restoran ala Belanda yang ada di kompleks museum itu juga. Kece deh restorannya.





Hore, Dela akhirnya bisa makan pasta! Sayangnya rasa si spaghetti bolognaise nggak sekece tampilan restorannya. Hiks. Biasa banget deh, nggak asik. Untungnya si nasi goreng Keumhul yang dipesen suami enak, jadi akhirnya ngerusuhin suami deh sama makanannya. Hehehe.. Pingin beli dessert-nya juga yang tampaknya asik, menilik dari meja sebelah, tapiii.. takut kenyang, secara pulang dari sini mau makan lagi. Hahaha..

Salah satu highlight liburan kali ini, adem jadi betah berlama-lama. Re-visit? Nggak tau deh, untuk museumnya sekali aja udah oke kayaknya, restorannya sih pingin datang lagi, pingin nyobain menu-menu lain.

Ullen Sentalu
Jl Boyong Kaliurang, Sleman Yogyakarta 
(Tel. +62 274 895161)


[REVIEW] Bamboo Bamboo, Yogyakarta

Waktu lagi cari-cari hotel buat road trip ini, nomer satu yang kita liat adalah budget. Karena road trip ini lumayan panjang waktunya dan menghabiskan beberapa malam di hotel, udah mikir dari awal kalo bakal banyak abisnya nih buat hotel. Liat-liat budget hotel di booking.com, terpaku sama salah satu homestay bernama Bamboo Bamboo.

Dari segi harga, masuk banget ke budget! Terus ratenya dia di booking.com dapet Superb aja dunk, 9.1 dari 19 reviews waktu itu. Makin penasaran setelah kita baca review yang ada, akhirnya kita book dua malam di Bamboo Bamboo ini. Awalnya deg-degan sik, karena belum pernah nginep di homestay sebangsa ini, takut kenapa-kenapa, nggak cocok sama tetangganya, dll dll. Tapi menguatkan diri dan bismillah, off we go.

Karena datang kemaleman, kita udah kebat-kebit aja, tapi pemiliknya baik banget, nungguin dan waktu kita sampai di parkiran Via-Via Travel, stafnya udah nunggu dengan setia diluar. Bamboo Bamboo ini letaknya di Jalan Prawirotaman, tapi masuk gang lagi, namanya Gang Pendopo. Nggak susah kok nemuinnya, patokannya Via Via Travel itu.

Bentuknya Bamboo Bamboo ini rumah dengan dua kamar, Kamar Raja dan Kamar Sultan, kita sendiri nempatin Kamar Raja yang paling dekat dengan ruang tamu, sedangkan Kamar Sultan terletak di dekat dapur. Kamar mandi ada di dalam kamar, selain itu ada ruang tamu, ruang makan, tv di ruang tamu (ini udah jadi pertimbangan juga, karena diproyeksikan kita nggak bakal banyak nonton tv, jadi ya woles aja), dapur (cocok banget kalo mau stay lama dan mau bikin-bikin makanan sendiri. Ada kulkas, toaster, dan coffee maker!). Wifinya kenceng disini, I love it, di depan kamar ada kolam ikan kecil. Langsung betah! Tempatnya sepi, bersih, simple. Menyenangkan sekali. Si suami malah bilang, lain kali langsung book dua kamarnya aja, biar lebih sepi dan private. Hahaha, gaya banget yah.




Bagian rumah favorit. Dining room! Cuma repot kali ya kalo ujan, untung dua hari disana cerah terus cuacanya.



Stafnya sendiri pulang kalo malam, dan datang lagi jam tujuh pagi untuk bikinin kita sarapan. Kita dikasi dua kunci, kunci kamar dan kunci pintu depan homestay. Serasa ngontrak rumah pokoknya, hehe. Dua malam itu kita punya temen serumah yang beda, yang malam pertama nggak sempet ketemu karena udah keburu check out duluan waktu kita masi tidur :p Yang malam kedua pasangan dari Norwegia (?) or something, sempet ketemu waktu breakfast. Di kulkas ada mini barnya, bisa ngambil snack and beverages dengan harga yang nggak kebangetan mahalnya, nggak kayak di hotel. Stafnya ramah banget, si pasangan bule itu dijelasin Yogya selengkap-lengkapnya mau kemana, lewat mana, naik apa (sounds like that, they even didn't use English, sotoy banget ya si Dela, hahaha)

Kekurangan dari tempat ini adalah parkirnya. :( Gak masalah mungkin ya kalo nggak bawa kendaraan pribadi, hari pertama saya masih bisa parkir tepat di depan Bamboo Bamboo karena waktu itu hari Minggu sehingga TK di depan lokasi masih tutup. Tapi waktu hari Senin, terpaksa kami mencari parkiran di daerah Prawirotaman yang lokasinya sedikit lebih jauh dari homestay.

Over all, kalo nanti mau stay lagi di Yogya, mungkin saya akan mempertimbangkan lagi menginap di sini. Nice place with valuable budget!

All the South Way to Yogyakarta

Jadi, hikmah apa yang bisa diambil lewat perjalanan ke Yogya via jalur selatan? Jalannya jelek bow, tobat banget deh. Ini kali pertama saya dan suami road trip berdua lewat Selatan, kalo via Pantura sik udah sering jaman dulu (bukan road trip, tapi jaman masih kuliah di Semarang dulu). Untung kita berdua nggak ngoyo sik dan nggak nentuin target jam berapa sampai di Yogya, tapi tetep aja ya rada shock mengarungi Sukabumi - Yogyakarta selama 16 jam kurang lebih.

Dari Sukabumi kita berangkat jam setengah tujuh pagi, sarapan bubur di Cianjur (bubur ayam di Sukabumi dan Cianjur ini perasaan saya belum ada yang ngalahin deh, apa karena berasnya juga bagus ya?), dan singkat cerita sekitar jam satu pagi udah sampai daerah Tasikmalaya. Sampai sini belum ada rintangan yang berarti, alhamdulillah, emang jalan Sukabumi - Cianjur ancurnya luar biasa (mana inih gubernur baru? Jalan provinsi lho), cuma masih bisa ke-handle lah. Karena suami (dan si istri juga sik sebenernya) udah keburu laper, akhirnya isenglah kita brenti di Rumah Makan Gentong, nggak jauh dari Kota Tasikmalaya-nya, padahal istri ngidam banget makan pasta (ish, jauh-jauh masak nyari Pizza Hut, si Dela iniiih). Untunglah nggak kecewa, karena ternyata RM Gentong ini suasananya oke, menu-nya banyak, enak, dan yang paling penting ada free wifi! Hahaha..






Suami pesan nasi liwet empal sedangkan saya pesan nasi tutug oncom dengan ayam kampung. Per menunya harganya approx. idr 30k, tapi sesuailah dengan porsinya yang banyak.

Perjalanan pun dilanjutkan, jalan Tasik-Banjar ini lumayan menegangkan, karena jalannya curam dan berkelok, dan banyak sekali truk-truk bermuatan besar. Karena kecepatan yang diambil juga relatif pelan, sekitar jam tiga sore saya dan suami baru melewati Kota Banjar. Sempat mampir untuk minum kelapa muda di deretan warung yang dibuat di pinggir hutan kota. Bagus sekali.

Istri ambil pose, sedangkan suami sibuk cari rute via Maps di BB


Lewat Banjar dan masuk Cilacap, jalanan rusaknya udah nggak terperi. Rusak, sak, sak parah. Akhirnya mobil dan truk yang lewat juga terpaksa harus merayap. Jadi inget cerita salah seorang temen yang kuliah  master road engineering di Birmingham, kalo jalanan di Indonesia sering dijadikan contoh jalan rusak di materi kuliahnya. Duh malu ya, sayang banget padahal pemandangan sepanjang jalan ini bagus banget.

Saya lupa sampai mana jalan rusak ini berakhir, karena nggak pernah lewat Selatan, nama daerahnya pun terasa asing di telinga, sampai berkali-kali harus ngintip Maps karena takut nyasar :p Jalan lewat Selatan pun lebih gelap dan kondisinya masih banyak yang memotong hutan-hutan, jadi kalo udah lewat Magrib lumayan serem juga sik. Malamnya saya makan di Restoran Pringsewu (btw, restoran ini baru memenangkan MURI dengan jumlah iklan terjauh yaitu 70 km dari restoran. Yup, jadi sepanjang dua kilometer sekali kita bisa liat iklan Pringsewu ini beserta menu-menunya dari 70 km sebelum restoran. Restoran yang kami singgahi saja iklannya sudah dimulai dari Provinsi Jawa Barat. Niat abis yak?)

Yang unik dari Pringsewu ini, setiap ada yang ulang tahun, waiter/waitressnya akan datang ke mejanya, nyanyi lagu "Happy Birthday to you" sambil main angklung! Lucu banget. Selain itu, restoran ini menyediakan bibit tanaman dan kartu sulap untuk dibawa pulang GRATIS. Padahal sering banget liat Pringsewu, apalagi kalo di Pantura ya, tapi baru kali ini merhatiin segala macem detilnya.

Sampai di Yogya, jam 11 malem! Udah bolak-balik telepon dan sms si pemilik homestay yang udah kita book, soalnya di term and conditionnya terakhir check in itu jam 11 pm. Untung bapaknya baik banget, dan mau nungguin, walaupun kita sampai Prawirotaman jam 11 lewat, staffnya udah nunggu dengan manis di parkiran.

Untuk hotel, review terpisah ya, puas banget sama hotelnya, pantes aja dapet rate 9.1 di booking.com. That's a wrap for day 1, kenapa kalo diceritain disini rasanya simple ya, padahal capek setengah mati (tapi seneng!) =p