Monday is always the hardest.
Nggak tahulah kalau buat wiraswasta, freelance, ibu rumah tangga, atau orang yang jam kerjanya nggak diatur di buku pedoman perusahaan, atau punya waktu kerja fleksibel. Atau orang-orang yang mengklaim amat sangat mencintai pekerjaannya sehingga katanya you don't feel like working. Beneran nggak sih seperti itu? Saya pernah baca artikel, lupa dimana, intinya walaupun kita melakukan pekerjaan yang kita cintai sekalipun, ketika kita berhubungan dengan pihak ketiga, baik itu client, atau vendor, tetap kita memegang suatu responsibility untuk memuaskan pihak tersebut. Misal, penulis, who claims (s)he loves writing a lot. Pada saat dia menghadapi deadline, atau tuntutan dari pihak penerbit, dia tetap dihadapkan pada tanggung jawab untuk memenuhi deadline tersebut. Jadi ya selalu ada rasa tanggung jawab dan kewajiban apapun pekerjaan itu. Bahkan istri konglomerat pun memiliki tanggung jawab dan kewajiban itu, ya nggak sik? (eh, tapi kalau jadi endorser atau buzzer gitu enak kali ya?)
Ada satu quote yang saya suka, "Only life lived for others is worthwhile". Albert Enstein yang bilang. Kadang saya stress dan tertekan, karena kok rasanya semua yang saya kerjakan itu demi orang lain. Malah sebenarnya kalau misalnya saya memikirkan diri saya sendiri saja, nggak usah tuh harus susah payah seperti ini. Tapi memikirkan berapa banyak orang yang terikat dengan saya, kok rasanya peran kita di dunia ini lebih besar ya dari hanya sekedar diri kita sendiri. Berguna untuk orang lain.
Berat banget kayaknya ya? Ini adalah salah satu alasan saya belum mau punya anak lagi. Kalau nanti memang cuma bisa punya Zafran saja, ya sudahlah. Karena pekerjaan jadi ibu itu 24 jam 7 hari 1 minggu. Dan nggak bisa resign. Tanggung jawabnya tingkat tinggi.
Intinya, Monday is always the hardest. Apalagi kalo bocahnya ngintilin kemana-mana dan berderai air mata pas ditinggal pergi.
No comments:
Post a Comment