Pages

December 26, 2012

[MOVIE REVIEW] Habibie & Ainun


Saya lupa pertama kali saya nonton trailer film ini dimana, yang saya ingat waktu itu saya sudah berkaca-kaca hanya dengan menonton trailernya saja. Kesampaian juga nonton film ini, setelah puas nonton Life of Pi, masih di Botani Square XXI lokasinya.

Saya belum pernah baca bukunya, entah kenapa, padahal berulang kali saya niatkan untuk membeli dan membaca buku ini. Akhirnya hari demi hari berlalu, dan saya pun lupa. Kemarin baru ngeh kalau belum pernah baca bukunya, tapi apapun yang terjadi maju terus pantang mundurlah. Apalagi ada Reza Rahadian, yang kalau diliat dari trailernya, cukup berhasil menghidupkan sosok Pak Habibie baik dari gaya bicara maupun tingkah lakunya (walaupun Reza sepertinya terlalu tinggi untuk memerankan Pak Habibie ya? :p). Kalau dari sosok alm. Ibu Ainun sendiri, saya tidak berani berkomentar banyak, karena saya tidak banyak melihat footage dari almarhum, jadi saya tidak bisa memberikan penilaian apakah BCL sudah pas dalam memerankan ybs. Yang saya tahu, chemistry antar mereka berdua cukup tajam, walaupun masih belum se-oke chemistry Reza-Acha di Test Pack (tetep ya, walaupun menurut saya film yang ini lebih gloomy dibandingkan Test Pack yang lebih cheerful, sehingga mungkin lho bisa meng-eksplor chemistry antara pemeran utamanya).

Setelah baca artikel ini, lebih tertariklah saya untuk menonton, dan alhamdulilah saya suka sekali dengan filmnya. Filmnya bercerita tentang kisah hidup Pak Habibie dan Ibu Ainun, dari pertama mereka berada di satu sekolah menengah, berpisah, kemudian bertemu lagi setelah Habibie lulus kuliah di Jerman, dan Ainun telah menjadi dokter. Singkat cerita mereka menikah, kemudian menghadapi hidup penuh cobaan di Jerman. Film ini juga menceritakan ketika Habibie menjabat menjadi Menristek, penerbangan pertama N-250 (saya lupa, tapi suami masih ingat setiap detiknya ketika dia menonton penerbangan ini ditayangkan di TV. Saya merinding gila liat cuplikannya di film ini. Wahai Indonesiaku yang perkasa, kenapa sekarang jadi seperti ini? Duh Gusti..), dan pemerintahan singkat Pak Habibie setelah Pak Harto dipaksa lengser.

Saya suka sekali dengan keterkaitan antara pekerjaan Pak Habibie dengan kehidupan pribadinya. Berulang kali saya membaca di timeline, kalo harus siap-siap tissue kalo nonton film ini, akan tetapi saya tidak menangis hingga scene yang terakhir. Very last scene. Oh my God, perlu spoilerkah? Semua orang tahu akhir cerita ini, tetapi nggak ada yang lebih mengharukan dibandingkan melihat Pak Habibie asli (bukan Reza) didorong menggunakan kursi roda pada saat melayat makam istrinya, dan mencium nisan istrinya. 
T__T

Bagi suami saya, scene yang paling mengharukan adalah ketika Pak Habibie dan Ibu Ainun sedang berada di hanggar, memandangi pesawat yang dulu dibuat oleh Pak Habibie, dan beliau menyadari begitu banyak waktu bersama keluarga yang beliau korbankan untuk mewujudkan mimpinya, membuat pesawat untuk menghubungkan 17.000 pulau di Indonesia.

Over all saya suka sekali, mengharukan (dan menurut saya film yang membuat penontonnya berhasil meneteskan air mata terus-terusan sama bagusnya dengan film yang memiliki twisted plot di bagian endingnya). Cuma ada beberapa product placement yang menganggu dan bikin mulut nggak tahan berkomentar, "Serius lo, ini udah ada di tahun segitu?"

Habibie & Ainun. 3.5 of 5. Watching in DVD is okay.

No comments:

Post a Comment